CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Kamis, 25 Juni 2009

KKN ( Kuliah Kerja Nikah )

eit KKN kali ini bukan kkn yang biasa lho alias "Kuliah Kerja Nikah" wew koq gt. iya pertama liat judul seminar nya teman-teman kampus q pada ketawa, ada az judul yang diangkat sama mahasiswa KM3, awalnya males banget tu ikut seminar, pi karena diwajibin untuk semester 2 dengan amat terpaksa ikut dech :D

hmm gak nyesel juga ternyata ikut seminar ini, walaupun awal sempet ragu setelah nyimak materi ternya menarik juga banyak hal dan ilmu baru yang aq peroleh selain itu juga umi sebagai pematerinya luar biasa!!!

Menikah bukanlah hal yang mudah tetapi juga bukan hal yang susah, begitu awal umi mengawali tausiyahnya, seseorang belum berani menikah bukan karena iya belum siap tapi karena mereka tidak pernah mau menyiapkanya. satu hal yang harus diingat bagi seorang muslim ketika ia akan menikah, yaitu " dijalan manakah aq akan menikah ya Alloh"
jika niat tu sudah terpatri dalam jiwa seseorang maka selamat ia sudah siap menikah...

WEw koq gt, ya karena itu adalah kunci Utama seorang muslim menikah, hanya dijalan dakwah lah ia menikah "jalan para rosul dan para sahabatya".
tentu bukan hanya itu az persiapan menuju pernikahan masih banyak hal lain lain yang harus dipersiapkan misal dari awal tujuan seseorang menikah hanya tuk mengharap ridho Alloh, motivasi berkeluarga pun untuk mejaga kesucian, sehingga hari - hari digunakan untuk mengharap ridho Alloh.

memahami hak dan kewajiban seorang istri atau suami juga tidak kalah pentingnya, serta kompetensi apa aja yang harus dimiliki seseorang sebelum menikah, misal seorag istri harus tau kompetensi apa saja yang harus ia kuasahi, kompetensi istri, orang tua bagaimana menghormati suami, cara bicara, bersikap, juga bagaimana ketrampilan mengasuh buah hati nantinya.

kematangan fisik emosional juga finansial juga gak kalah pentingnya, termasuk mempersiap diri menjadi istri or suami soleh dan solehah untuk membangun keluarga dakwah, dan masih banyak hal - hal yang harus dipersiapkan dari sekarang" gak mungkin semua ditulis disini ".

kayaknya ribet banget yach, sampai temen aq nyeletuk lok gitu caranya 5 tahun lagi dia belum siap,haks!!! mpe segitunya

Intinya suatu pernikahan itu harus dilandasi hanya tuk mencari Ridho Alloh, semoga kita semua diberikan kemudahan akan Itu. Amin ya robbalalamin.





Hukum HAID

banyak pendapat yang mengatakan jika seorang wanita datang haid setelah masuk sholat dan seoarng wanita tersebut belum melaksakan solat atau sedang melakukan sholat, maka setelah selesai haid dia wajib mengqodo solatnya, tetapi juga ada pendapat yang mengatakan bahwa tidak harus mengqodo solat tersebut karena ia tidak berbuat kelalaian dan juga tidak berdosa sebab memang dibolehkan baginya untuk menunda shalat Zhuhur itu hingga akhir waktu shalat.

berikut contoh sholat yang harus dikodo ketika seorang wanita mendapat haid dan beberapa pedapat para alim ulama tentang HAID

pada awal waktu : Seorang wanita haid setelah matahari terbenam,tetapi ia sempat mendapatkan sebanyak satu ra'kaat dari waktunya. Maka wajib baginya, setelah suci, mengqadha' shalat maghrib tersebut karena ia telah mendapatkan sebagian dari waktunya yang cukup untuk satu rakaat sebelum kedatangan haid.

Adapaun contoh pada akhir waktu, seorang wanita suci dari haid sebelum matahari terbit dan masih sempat mendapatkan satu rakaat dari waktunya. Maka wajib baginya, setelah bersuci, mengqadha' shalat Shubuh tersebut karena ia masih sempat mendapatkan sebagian dari waktunya yang cukup untuk satu rakaat.

Namun, jika wanita yang haid mendapatkan sebagian dari waktu shalat yang tidak cukup untuk satu rakaat sempurna; seperti : Kedatangan haid -pada contoh pertama- sesaat setelah matahari terbenam, atau suci dari haid -pada contoh kedua- sesaat sebelum matahari terbit, maka shalat tersebut tidak wajib baginya. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Barangsiapa mendapatkan satu rakaat dari shalat, maka dia telah mendapatkan shalat" [Hadits Muttafaq 'alaihi].

Pengertiannya, siapa yang mendapatkan kurang dari satu rakaat dari waktu Ashar, apakah wajib baginya mengerjakan shalat Zhuhur bersama Ashar, atau mendapatkan satu rakaat dari waktu Isya' apakah wajib baginya mengerjakan shalat Maghrib bersama Isya' .?

Terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama dalam masalah ini. Dan yang benar, bahwa tidak wajib baginya kecuali shalat yang didapatkan sebagian waktu saja, yaitu shalat Ashar dan Isya'. Karena sabda Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam.

"Artinya : Barangsiapa mendapatkan satu rakaat dari shalat Ashar sebelum matahari terbenam, maka dia telah mendapatkan shalat Ashar itu". [Hadits Muttafaq 'alaihi].

Nabi tidak menyatakan "maka ia telah mendapatkan shalat Zhuhur dan Ashar", juga tidak menyebutkan kewajiban shalat Zhuhur baginya. Dan menurut kaidah, seseorang itu pada prinsipnya bebas dari tanggungan. Inilah madzhab Imam Abu Hanifah dan Imam Malik, sebagaimana disebutkan dalam kitab Syarh Al-Muhadzdzab Juz 3, hal.70.

Adapun membaca dzikir, takbir, tasbih, tahmid dan bismillah ketika hendak makan atau pekerjaan lainnya, membaca hadits, fiqh, do'a dan aminnya, serta mendengarkan Al-Qur'an, maka tidak diharamkan bagi wanita haid. Hal ini berdasarkan hadits dalam Shahih Al-Bukhari-Muslim dan kitab lainnya bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersandar di kamar Aisyah Radhiyallahu 'anha yang ketika itu sedang haid, lalu beliau membaca Al-Qur'an.

Diriwayatkan pula dalam Shahih Al-Bukhari-Muslim dari Ummu 'Athiyah Radhiyallahu 'anha bahwa ia mendengar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Agar keluar para gadis, perawan dan wanita haid -yakni ke shalat Idul fitri dan Adha- serta supaya mereka ikut menyaksikan kebaikan dan do'a orang-orang yang beriman. Tetapi wanita haid menjauhi tempat shalat"

Sedangkan membaca Al-Qur'an bagi wanita haid itu sendiri, jika dengan mata atau dalam hati tanpa diucapkan dengan lisan maka tidak apa-apa hukumnya. Misalnya, mushaf atau lembaran Al-Qur'an diletakkan lalu matanya menatap ayat-ayat seraya hatinya membaca. Menurut An-Nawawi dalam kitab Syarh Al- Muhadzdzab, Juz 2, hal. 372 hal ini boleh, tanpa ada perbedaan pendapat.

Adapun jika wanita haid itu membaca Al-Qur'an dengan lisan, maka banyak ulama mengharamkannya dan tidak membolehkannya. Tetapi Al-Bukhari, Ibnu Jarir At-Thabari dan Ibnul Munzdir membolehkannya. Juga boleh membaca ayat Al-Qur'an bagi wanita haid, menurut Malik dan Asy-Syafi'i dalam pendapatnya yang terdahulu, sebagaimana disebutkan dalam kitab Fathul Baari (Juz 1, hal. 408), serta menurut Ibrahim An-Nakha'i sebagaimana diriwayatkan Al-Bukhari.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa kumpulan Ibnu Qasim mengatakan : "Pada dasarnya, tidak ada hadits yang melarang wanita haid membaca Al-Qur'an.
Sedangkan pernyataan "Wanita haid dan orang junub tidak boleh membaca ayat Al-Qur'an" adalah hadist dha'if menurut perkataan para ahli hadits. Seandainya wanita haid dilarang membaca Al-Qur'an, seperti halnya shalat, padahal pada zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kaum wanitapun mengalami haid, tentu hal itu termasuk yang dijelaskan Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam kepada umatnya, diketahui para istri beliau sebagai ibu-ibu kaum mu'minin, serta disampaikan para shahabat kepada orang-orang. Namun, tidak ada seorangpun yang menyampaikan bahwa ada larangan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam masalah ini. Karena itu, tidak boleh dihukumi haram selama diketahui bahwa Nabi tidak melarangnya.
Jika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak melarangnya, padahal banyak pula wanita
haid pada zaman beliau, berarti hal ini tidak haram hukumnya" [Ibid,Juz 2. hal, 191].

Setelah mengetahui perbedaan pendapat di antara para ulama, seyogyanya kita katakan, lebih utama bagi wanita haid tidak membaca Al-Qur'an secara lisan,kecuali jika diperlukan. Misalnya, seorang guru wanita yang perlu mengajarkan membaca Al-Qur'an kepada siswi-siswinya atau seorang siswi yangpada waktu ujian perlu diuji dalam membaca Al-Qur'an, dan lain sebagainya.


dikutip dari assunnah.com